Pengobatantradisional termasuk bagian dari budaya masyarakat Jawa yang masih kental. Tata cara dan jenis pengobatan yang beragam membuat peneliti berminat meneliti tentang praktik pengobatan metode rajah di Kabupaten Tuban, yang merupakaan kepercayaan masyarakat terhadap ahli (praktisi) pengobatan yang menggunakan media rajah sebagai penyembuhan.ArticlePDF Available AbstractSesungguhnya, masyarakat Bugis-Makassar sebagaimana halnya suku-suku bangsa lain di Indonesia, sejak lama telah memiliki sistem pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang bersumber dari kearifan lokal mereka. Namun sangat disayangkan pengetahuan tersebut kini hanya diketahui oleh kalangan terbatas yaitu orang tua, sementara tulisan yang ada masih dalam bahasa dan aksara daerah. Oleh karena itu sedikit sekali yang memahami pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Dengan tujuan untuk mengkaji sistem pengetahuan pengobatan tradisional Bugis-Makassar dan menyediakan alternatif pilihan bagi warga untuk pengobatan penyakit. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode etnografi, sebagai cara untuk memahami sistem budaya dan model perawatan kesehatan mereka, pengumpulan data juga dilakukan dengan studi kepustakaan, observasi, dan wawancara mendalam. Diketahui bahwa hingga kini masyarakat Bugis Makassar masih memegang teguh pengetahuan tentang pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem budaya mereka. Kata kunci kearifan lokal, pengobatan tradisional, orang Bugis-Makassar. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah PENGOBATAN TRADISIONAL ORANG BUGIS-MAKASSAR THE TRADITIONAL MEDICINE OF BUGIS-MAKASSAR PEOPLE S. Dloyana Kusumah Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e-mail yanakusumah Naskah Diterima 8 Mei 2017 Naskah Direvisi 31 Juni 2017 Naskah Disetujui 11 September 2017 Abstrak Sesungguhnya, masyarakat Bugis-Makassar sebagaimana halnya suku-suku bangsa lain di Indonesia, sejak lama telah memiliki sistem pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang bersumber dari kearifan lokal mereka. Namun sangat disayangkan pengetahuan tersebut kini hanya diketahui oleh kalangan terbatas yaitu orang tua, sementara tulisan yang ada masih dalam bahasa dan aksara daerah. Oleh karena itu sedikit sekali yang memahami pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Dengan tujuan untuk mengkaji sistem pengetahuan pengobatan tradisional Bugis-Makassar dan menyediakan alternatif pilihan bagi warga untuk pengobatan penyakit. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode etnografi, sebagai cara untuk memahami sistem budaya dan model perawatan kesehatan mereka, pengumpulan data juga dilakukan dengan studi kepustakaan, observasi, dan wawancara mendalam. Diketahui bahwa hingga kini masyarakat Bugis Makassar masih memegang teguh pengetahuan tentang pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem budaya mereka. Kata kunci kearifan lokal, pengobatan tradisional, orang Bugis-Makassar. Abstract Indeed, Bugis-Makassar society as well as other tribes in Indonesia has long had a system of knowledge of traditional medicine sourced from their local wisdom. But, unfortunately the knowledge is now only known by the limited circles, while the existing writing is still in the language and local script. Therefore, very few understand the knowledge of traditional medicine. In order to assess the traditional Bugis-Makassar treatment system and provide alternative options for citizens for health care, this study was conducted by using ethnographic methods, as a way of understanding their cultural systems and health care models, data collection was also done by literature study, observation , And in-depth interviews. It is known that until now the Bugis-Makassar people still hold the firm knowledge of traditional medicine as part of their cultural system. Keywords local wisdom, traditional medicine, Bugis-Makassar people. A. PENDAHULUAN Kelangsungan hidup manusia sebagai makhluk lingkungan territolial being tergantung kepada kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidup tempatnya bermukim. Akan tetapi, berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia beradaptasi dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak menyerah dan memanfaatkan lingkungan hidup sebagaimana adanya, melainkan membina hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang dihadapinya sebagai makhluk unggulan super being. Berkat kemampuan akalnya untuk berfikir secara berperlambang metaphoric Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 mind dan keterampilan kerja kedua tangannya, manusia mampu menata gejala alam di sekitarnya untuk mempermudah pendekatan dalam penguasaannya. Demikian pula keterampilan kedua tangannya , menyebabkan manusia mampu menciptakan peralatan dan cara pengendaliannya secara efektif, sehingga mempermudah upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan mengolah sumber daya alam yang tersedia. Boedhisantoso S., 2009. Dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dan suatu masyarakat, adalah pengetahuan yang berkenaan dengan usaha menghindari dan menyembuhkan suatu penyakit secara tradisional, yang berbeda dengan sistem pengetahuan pengobatan modern. Sakit, secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi/ keadaan yang tidak seimbang baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya Foster. Oleh sebab itu, jika seseorang tidak bisa menjaga keseimbangan diri dengan lingkungannya, dapat dikatakan bahwa organisme tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka orang tersebut dikatakan sakit. Pada umumnya, masyarakat mengatakan bahwa ketidakseimbangan itu disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor fisik dan non-fisik. Faktor fisik yang dimaksud adalah gajala-gejala alam seperti karena angin, kelembaban, panas, dingin dan hujan. Sementara itu faktor non-fisik dimaksudkan adalah makhluk-makhluk gaib/halus seperti dewa, roh halus, setan, dan benda-benda yang dipandang mempunyai kekuatan gaib melalui seseorang yang mampu menguasai dan mengendalikannya. Sistem pengobatan untuk dua fenomena yang berbeda dan tidak pernah bertemu itu sama-sama diperlukan oleh masyarakat kita, baik mereka yang berada di perkotaan juga yang berada di pedesaan sekalipun coraknya berbeda satu dengan lainnya. Pada umumnya orang yang tinggal di pedesaan atau mereka yang secara finansial kurang mampu, jika terserang suatu penyakit, yang pertama dilakukan adalah mencari sesuatu umumnya tumbuhan yang ada di sekitar kediamannya, meminta bantuan kepada pengobat tradisional, dan baru menghubungi dokter apabila penyakit yang dideritanya tidak juga hilang. Apa yang diuraikan di atas tersebut menunjukkan bahwa sekalipun pengobatan modern telah menunjukkan kemajuan yang pesat, juga paramedis yang membidangi pengobatan modern tersebut sudah banyak, akan tetapi fungsi dan peran obat tradisional yang umumnya terbuat dari berbagai tanaman /herbal masih tetap dibutuhkan dan dicari orang. Hal serupa juga dijumpai dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar yang hingga kini konsisten dengan sistem pengobatan tradisional yang mereka warisi secara turun temurun dari leluhurnya. Namun demikian, kekayaan hayati tersebut belum bisa digunakan secara maksimal karena permasalahan sebagai berikut 1 Masyarakat Bugis-Makassar adalah salah satu suku bangsa yang sejak lama memiliki pengetahuan tentang pengobatan tradisional, akan tetapi hal tersebut belum banyak diteliti. 2 Penguasaan akan pengetahuan tentang pengobatan tradisional sangat terbatas pada kalangan orang-orang tua, dengan pewarisan melalui tuturan kata atau perbuatan. Sementara itu naskah lama yang berisi ilmu pengetahuan tentang tanaman obat dan cara pengobatannya ditulis dalam bahasa daerah, sedangkan orang yang mampu membaca dan menterjemahkan kandungan isinya juga sangat terbatas. 3 Masih banyak warga yang mempunyai daya beli rendah sehingga, keberadaan obat tradisional yang bersumber dari kekayaan hayati bisa menjadi alternatif pilihan. Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah Sehubungan dengan masalah yang diuraikan di atas, dipandang perlu dilakukan penelitian/pengkajian tanaman obat dan cara pengobatannya, sehingga di kemudian hari bisa membantu pemerintah dalam program pembangunan bidang kesehatan. Menyikapi permasalahan yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini mencakup beberapa hal antara lain • Menggali dan mengkaji salah satu aspek pengetahuan budaya orang Bugis-Makassar yang berkenaan dengan sistem pengobatan tradisional dan upaya perawatan dengan memanfaatkan tanaman obat/herbal. • Menyediakan alternatif pilihan bagi warga masyarakat yang memiliki daya beli rendah atau kurang mampu, sehingga bisa memanfaatkan pengetahuan tradisional ini untuk perawatan kesehatan mereka. • Menyediakan tulisan tentang pengetahuan tradisional yang berkenaan dengan obat dan pengobatan tradisional, khususnya bagi warga masyarakat yang ingin mendalami pengetahuan tersebut. Dalam penelitian ini ruang lingkup pengkajian terbagi atas dua hal, yaitu sasaran material dan sasaran spasial kewilayahan. Sasaran material meliputi persepsi masyarakat Bugis-Makassar tentang konsep sehat dan sakit, ciri-ciri penyakit dan obatnya, serta pengetahuan tentang berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Adapun ruang lingkup spasial kewilayahan, penelitian dipusatkan di Kota Makassar dan Kabupaten Barru. Pertimbangan pemilihan lokasi selain bisa mewakili seluruh masyarakat dalam wilayah kebudayaan Bugis-Makassar, di kedua lokasi tersebut masih banyak dijumpai praktik pengobatan yang menggunakan tanaman-tanaman tertentu sebagai bahan untuk dijadikan obat. Secara konseptual, pengobatan tradisional di Indonesia merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya secara lisan atau tulisan Djlantik, 1983 3. Dalam kaitan ini muncul kepustakaan yang memaparkan jenis dan tumbuhan obat yang kemudian dikenal dalam masyarakat bahkan kini dilengkapi dengan kandungan ilmiahnya. Untuk menumbuhkan pemahaman yang sama terhadap berbagai istilah dalam konsep pengobatan tradisional dipandang perlu dijelaskan secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan definisi, prinsip-prinsip yang digunakan dalam dunia pengobatan tradisional, sebagai berikut. Pengobatan tradisional battra, adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara obat dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat . Obat tradisional, definisi World Health Organisazion WHO, adalah total kombinasi pengetahuan dan praktik-praktik, apakah dijelaskan atau tidak digunakan untuk mendiagnosis, mencegah atau menghilangkan penyakit fisik, mental atau sosial dan mungkin mengandalkan hanya pada pengalaman masa lalu dan observasi diturunkan dari generasi ke generasi, lisan atau tertulis. Istilah obat pelengkap atau obat alternatif digunakan antar-changeably dengan obat tradisional di sejumlah negara. Mereka merujuk kepada sekumpulan luas praktik perawatan kesehatan yang bukan merupakan bagian dari negara itu sendiri dan tidak terintegratif ke dalam sistem perawatan kesehatan yang dominan. Obat tradisional, yang dimaksud adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun temurun berdasarkan Zulkifli, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, http// Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 resep nenek moyang, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa diterima oleh tubuh. Konsep sehat White,1977, mengatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit dan kelainan. Sedangkan sehat menurut masyarakat adalah sebagai suatu kemampuan fungsional dalam menjalankan peran-peran sosial dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas meliputi, rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu Haber, dalam Iwan Purnawan, S. Kep. NS. 1994. Sementara itu World Health Organization WHO, menyatakan bahwa karakteristik yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif adalah seperti a. Memperhatikan individu sebagai sistem yang menyeluruh. b. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal. Diunggsah 21 April, 2015 konsep-sehat/diunggah Tanggal 4 juLI 2013, Pukul WIB. c. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup. Sedangkan sakit merupakan proses di mana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya. B. METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar merupakan sinkronisasi antara kebutuhan manusia dengan akumulasi pengetahuan ilmiah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini merupakan “penelitian strategis”. Dalam hal ini peneliti memulai pekerjaan dengan menggunakan metode etnografis yang dikembangkan oleh James Spradley 1997, diawali dari perhatian terhadap berbagai masalah kemanusiaan. Sebagai contoh penelusuran terhadap suatu pemahaman tentang sistem perawatan kesehatan yang memberikan solusi yang tepat bagi semua anggota masyarakat khususnya mereka yang kurang mampu. Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut a. Penelitian ini diawali dengan melakukan studi kepustakaan library research, maksudnya agar memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian. Hasil studi kepustakaan bermanfaat sebagai bahan penyusunan kerangka konseptual, selain menjadi bahan referensi, dan mempermudah analisis data. b. Observasi yakni pengamatan langsung. Jorgensen dalam Metode Penelitian Diunggah tanggal 17 Juli 2015. Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah Kualitatif, 2001 mengatakan bahwa metode pengamatan langsung atau berperanserta dapat didefinisikan sebagai fondasi penelitian dan metodenya, memperoleh data dalam situasi nyata langsung dari pribumi di lapangan. Berkaitan dengan pernyataan tersebut telah dilakukan pengamatan tentang tata cara pengobatan tradisional dengan ramuan tanaman tertentu yang dilakukan oleh praktisi sanro Bugis, atau mencermati tindakan para pengobat tadi ketika menangani orang sakit. c. Wawancara dengan berbagai pihak seperti narasumber yakni praktisi pengobatan tradisional, warga masyarakat yang terpilih berdasarkan random sampling yang menggunakan tanaman obat untuk penyembuhan penyakit. Wawancara dalam bentuk pertanyaan bersifat struktural dan terbuka yang memungkinkan tergalinya informasi mengenai domain unsur-unsur dasar dalam pengetahuan budaya responden/narasumber. Pertanyaan-pertanyaan itu memungkinkan peneliti menemukan bagaimana responden atau narasumber mengorganisir pengetahuan mereka tentang tanaman obat dan tata cara pengobatan tradisional dalam upaya pencegahan dan perawatan kesehatan. C. HASIL DAN BAHASAN Untuk kepentingan penelitian Pengobatan Tradisional Orang Bugis Makassar dipilih Kota Makassar dan Kabupaten Barru. Kedua lokasi tersebut dipandang mewakili unsur budaya masyarakat Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Selain itu, di kedua lokasi masih dijumpai pengobat tradisional yang menggunakan ramuan tumbuhan, mudah dijangkau baik dari sisi jarak maupun biaya. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini sesuai dengan topik yang ditetapkan. 1. Kota Makassar Selayang Pandang Letak geografis Kota Makassar adalah sebagai berikut sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa, dan sebelah barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar memiliki luas wilayah sebesar Km2 dan secara administratif terbagi atas 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Topografi wilayah pada umumnya berupa dataran tinggi, dataran rendah, dan daerah pantai. Dataran rendah merupakan wilayah yang paling dominan di daerah ini. Selain itu juga memiliki beberapa wilayah kepulauan yang dapat kita lihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Jumlah penduduk Kota Makassar tahun 2010 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri atas jiwa laki-laki, atau 49,37% dan 612,48 jiwa perempuan atau 51,36% dari total penduduk Makassar. Iklim Kota Makassar berdasarkan catatan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere menunjukkan rata-rata kelembaban udara 81-91 persen, curah hujan 2729 Mm, hari hujan 144 hari, temperatur udara sekitar 26,7 C dan rata-rata kecepatan angin 4 Knot. Meskipun sarana kesehatan modern sudah banyak dibangun dan sumber daya manusia di bidang kesehatan tersedia, akan tetapi pengobat tradisional masih tetap berperan dan banyak didatangi warga. Di Kota Makassar sendiri, dijumpai banyak pengobat tradisional yang berlatarbelakang pegawai negeri sipil PNS atau ibu rumah tangga. Namun karena keahlian yang mereka miliki, khususnya pengetahuan tentang meramu tumbuhan menjadi obat, membuat para pengobat tradisional tersebut tetap eksis dalam kehidupan masyarakat Kota Makassar. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, ada dua pengobat tradisional yang sangat populer di kalangan masyarakat Makassar, hingga setiap praktik selalu didatangi oleh lebih dari 200 dua ratus orang pasien dari berbagai Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 pelosok kota. Demikian pula sentra penjualan obat yang berasal dari tumbuhan/herbal kini banyak dijumpai di sudut-sudut kota. Dapat diasumsikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan telah semakin berkembang dengan menyandingkan dua kutub yang berbeda yakni pengobatan modern dan pengobatan tradisional. Jika sistem pengobatan modern yang dilakukan oleh paramedis atau dokter diperoleh melalui pendidikan formal, sebaliknya pengetahuan tentang tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat diperoleh masyarakat melalui beberapa cara. Pertama, memperoleh pengetahuan dengan membaca lontarak pabbura yakni naskah kuno yang berisi pengetahuan tentang tanaman dan cara penggunaannya untuk penyembuhan penyakit. Kedua, seperti keterangan beberapa pengobat diperoleh karena turunan, atau warisan dari orang tua dan leluhurnya, dan beberapa di antaranya karena keistimewaan yakni secara gaib. Pengertian gaib ini tidak dapat dijelaskan secara ilmiah karena berkaitan dengan sistem kepercayaan yang mereka miliki. Ketiga, berdasarkan pengalaman yakni mendengar dari orang lain dan mencoba meramu obat sendiri, hal ini dapat dilakukan karena umumnya tumbuhan yang digunakan dapat dijumpai di sekitar lingkungan hidup mereka Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2011. Gambar 1. Lontarak Sumber S. Dloyana Kusumah, 2016. 2. Sekilas Kabupaten Barru Sebelum dibentuk menjadi sebuah daerah otonom berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959, daerah ini terdiri atas 4 wilayah swapraja di dalam Kewedanaan Barru Kabupaten Pare-Pare lama, masing-masing Swapraja Barru, Swapraja Tanete, Swapraja Soppeng Riaja, dan bekas Swapraja Mallusetasi. Ibu kota Kabupaten Barru kini bertempat di bekas ibu kota Kewedanaan Barru. Kabupaten Barru lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan. Dengan luas wilayah Km2, Kabupaten Barru dihuni oleh 154,008 jiwa. Batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pare-Pare, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Makassar dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng. Secara administratif Kabupaten Barru terbagi atas 7 kecamatan dan 54 desa/kelurahan. Sebagaimana halnya penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan, orang Barru umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai petani, nelayan, buruh, jasa, dan PNS. Adapun tingkat pendidikan sangat bervariatif dari tingkat Sekolah Dasar SD hingga ke Perguruan Tinggi. Di Kabupaten Barru terdapat beberapa pesantren besar, dan menghasilkan santri yang berkualitas baik dari sisi spiritual maupun mental. Dalam bidang kesehatan, seperti daerah tetangganya orang Barru selain mempercayai praktik dokter, juga masih memiliki kepercayaan yang besar terhadap peran para penyembuh tradisional seperti sanro. Oleh sebab itu tidak heran jika di daerah ini masih dijumpai sejumlah penyembuh tradisional yang dapat menyembuhkan macam-macam penyakit, baik penyakit fisik maupun mental. Di Kabupaten Barru, para penyembuh tradisional ini rata-rata sudah bergelar haji/hajah, hingga setiap tindakan Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah penyembuhan yang dilakukannya selain menggunakan ramuan dari berbagai tumbuhan, juga dilengkapi dengan mantera-mantera, atau doa yang diambil dari ayat suci Al Quran Monografi Kabupaten Barru, 2011. Dipilihnya lokasi penelitian seperti yang dipaparkan di atas, didasarkan pertimbangan dan masukan dari tokoh-tokoh masyarakat di Sulawesi Selatan. Dipilihnya dua lokasi yang akan dijadikan sasaran penelitian yakni Kota Makassar, dan Kabupaten Barru karena alasan sebagai berikut. Masih banyak warga masyarakat yang memanfaatkan tanaman sebagai bahan pengobatan untuk macam-macam penyakit, dalam arti sistem pengobatan tradisional masih tetap digunakan oleh masyarakat pendukungnya, sekalipun unsur pengobatan modern telah dikenal dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dua lokasi tersebut masih dijumpai tokoh/praktisi pengobatan tradisional, baik yang digolongkan sebagai dukun sanro, maupun orang biasa yang memiliki kemampuan mengobati macam-macam penyakit dengan memanfaatkan tanaman sebagai bahan bakunya. Di lokasi penelitian tersebut, hingga kini masih banyak ditemukan berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk bahan pengobatan. Dalam praktik pengobatan, selain memanfaatkan tanaman sebagai bahan baku, juga menggunakan unsur budaya asli seperti mantera yang diucapkan dalam bahasa daerah setempat dan disertai pembacaan ayat-ayat tertentu yang dicuplik dari Al-Quran. Pada dasarnya, pengetahuan tentang kondisi sehat dan sakit tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian tersebut saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat difahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, antropologis, sosiologis, psikologis, kedokteran dan bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan dinyatakan bahwa "Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi". Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Selanjutnya diuraikan bahwa definisi sakit tidak lain adalah, seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun kronis atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seorang dikatakan sakit istilah sehari-hari seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak merasa terganggu untuk melaksanakan kegiatannya maka ia dianggap tidak sakit. Dalam hal ini, sehat harus dinilai sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri atas unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Keempat dimensi kesehatan tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara obyektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan. Kesehatan mental jiwa mencakup tiga komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual. Pikiran sehat Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 tercermin dari cara berfikir atau jalan fikiran, emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang dewasa produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Ahli lainnya mengatakan bahwa keluhan sakit illness berbeda dengan penyakit desease. Pengertian sakit berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang dan bersifat subyektif. Sedangkan pengertian penyakit berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ tubuh berdasarkan diagnosis medis dan bersifat objektif Rosenstock, Irwin M., 1974, 24 354. Sementara itu konsep sehat dan sakit dalam pemahaman sosial budaya masyarakat Bugis-Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut. Persepsi mereka tentang sakit terungkap dalam berbagai istilah yang digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, antara lain seperti malasa, madoko, makdokkong. Kata-kata tersebut mengacu kepada konsep sakit yang berarti kondisi atau keadaan fisik seseorang sedang tidak seimbang. Dalam pemahaman mereka ketidakseimbangan yang dialami oleh Biro Pusat Statistik, Profil Wanita, Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta, 1994. Diunggah 17 Juli 2015. seseorang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal pengaruh yang berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal pengaruh yang datang dari luar. Menurut mereka faktor yang pertama disebabkan antara lain oleh adanya kondisi organ tubuh yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, atau bisa juga disebabkan oleh faktor keturunan. Sementara itu faktor eksternal, disebabkan oleh beberapa unsur seperti adanya wabah penyakit yang menyerang, perubahan iklim atau keadaan suhu udara, gangguan makhluk halus, keracunan, dan berbagai unsur yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan termasuk perbuatan sesama manusia. Sesuai dengan faktor-faktor penyebab penyakit tadi, masyarakat setempat mengenal berbagai penyakit. Sekalipun demikian, setiap jenis penyakit dapat dimasukkan dalam kategori penyakit dalam dan penyakit luar. Menurut istilah orang Bugis penyakit dalam disebut lasa rilaleng penyakit tersembunyi atau penyakit dalam dan penyakit luar disebut lasa massobu dan lasa talle atau penyakit luar yang bisa dilihat secara kasat mata. Selain istilah di atas, masyarakat di lokasi penelitian juga mengenal pengelompokkan jenis penyakit menjadi dua kategori, masing-masing lasa ati penyakit hati kejiwaan rohaniah, dan lasa tubuh atau lasa watakalle penyakit jasmani; gangguan kesehatan pada bagian tubuh. Pengelompokkan tersebut bersumber dari pemahaman atau pengetahuan mereka tentang diri makhluk manusia yang terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani, jiwa dan raga, lahiriah dan batiniah. Perpaduan dua unsur inilah yang membentuk sosok tubuh manusia sebagai suatu kesatuan organisme. Menurut mereka, tubuh manusia yang berbentuk ragawi itu merupakan perpaduan dari empat zat alamiah yaitu tanah, air, angin, dan api, sedangkan aspek rohaniah dikenal sebagai sumangek sukma. Sukma yang berada dalam tubuh manusia dipandang hanya berdiam untuk Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah sementara, dan akan berpisah ketika manusia itu mati. Peristiwa kematian itu sendiri menyebabkan seluruh unsur tubuh manusia kembali ke asalnya atau ke alam fana, sedangkan sukma akan tetap hidup dan melanjutkan proses kehidupannya di alam gaib yang bersifat abadi. Sesuai dengan pandangan tersebut, maka konsep pengetahuan budaya orang Bugis-Makassar khusus yang berkaitan dengan istilah "sakit" tidak lain adalah mengacu kepada adanya kondisi fisik yang tidak stabil, akibat terjadinya gangguan serta disfungsional antara zat-zat alam yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Dalam konteks ini hakikat keberadaan alam ditentukan coraknya oleh suhu udara. Suhu udara itu sendiri ditandai oleh sifat panas dan dingin, dengan sumber yang berbeda pula. Udara panas bersumber dari matahari, sedangkan udara dingin bersumber dari bulan. Sesuai dengan pengelompokkan penyakit menurut kategori panas dan dingin tersebut, pengetahuan budaya yang berkaitan dengan sistem pengobatan tradisional pun terbagi ke dalam dua kelompok dasar. Pertama, pengobatan terhadap gejala panas, disebut urang pella, dan kedua, pengobatan yang bertalian dengan gejala dingin disebut urang cekkek. Konsep ini, seperti dalam kenyataannya telah mendorong tumbuhnya bermacam-macam cara dan praktik pengobatan, baik melalui sistem ramuan maupun mantera-mantera di samping adanya upaya lain seperti upacara tolak bala, meditasi, penggunaan sistem penangkal dan azimat. Adapun pengobatan tersebut biasanya dilakukan oleh seseorang yang dipandang ahli yaitu sanro, atau dapat juga anggota masyarakat biasa yang mempunyai keahlian di bidang pengobatan tradisional. Adapun pengobatan/ penyembuhan melalui pemanfaatan ramuan obat yang berasal dari tanaman, pada umumnya dilakukan dengan cara digosokkan ataupun dibuat parem. Ramuan tersebut terdiri atas bahan-bahan antara lain buah pala, kepingan batang kayu atakka sejenis pohon kayu yang berukiran besar dan tinggi dengan daun yang rimbun. Kayu tersebut dipandang memiliki kekuatan magis dan sakral karena bertalian dengan proses kehadiran manusia pertama ke bumi dewa. Ramuan lain yang digunakan berasal dari jenis rempah-rempah antara lain, merica putih, bawang putih, intan hitam dan putih, temu, daun jeringo, jeruk purut, tapak dara, kunyit, kencur dan sebagainya. Semua bahan tadi biasanya dicampur menjadi satu kemudian dilumat dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit. Ramuan tersebut digunakan untuk penyembuhan jenis penyakit luar. Masih banyak tanaman lainnya yang menjadi bahan untuk pengobatan berbagai penyakit. Karena berada di sekeliling kehidupan manusia, dan mudah diperoleh tidak heran apabila sebagian besar masyarakat Bugis-Makassar hingga kini masih akrab dengan tata cara pengobatan tradisional. Dari sisi perilaku pencarian pengobatan pada orang sakit di Sulawesi Selatan pada umumnya terdiri atas tiga hal pokok yakni a sumber pengobatan apa yang dianggap mampu mengobati sakitnya, b kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobat yang ada, dan c bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobat tersebut. Sumber pengobatan itu sendiri sesungguhnya meliputi tiga faktor, yakni pengobatan rumah tangga/pengobatan sendiri dengan menggunakan obat, obat tradisional atau cara tradisional, pengobatan medis yang dilakukan oleh praktik perawat, praktik dokter, pusat kesehatan masyarakat Puskesmas atau rumah sakit, serta pengobat tradisional Young, James C., 1980,71 106-131. Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 Namun demikian terdapat kriteria tertentu yang digunakan masyarakat untuk memilih sumber pengobatan seperti juga yang dijumpai pada masyarakat Bugis-Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan yakni pengetahuan tentang sakit dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat/pengobatan, keparahan sakit, keterjangkauan biaya dan jarak. Dari empat kriteria tersebut pada sebagian besar masyarakat setempat faktor keparahan sakit dan keterjangkauan biaya dan jarak menduduki tempat yang paling dominan. Kenyataan di atas sangat signifikan dengan teori Green 1980 yang mengatakan bahwa perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi pengaruh kolektif dari tiga faktor yaitu a. faktor predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, dan persepsi, b. faktor pemungkin antara lain ketersediaan dan keterjangkauan yang terkait dengan biaya untuk mendapatkan obat tradisional dan jarak yang harus ditempuh, c. faktor penguat antara lain dukungan lingkungan sosial Green, Lawrence W., etc.,1980 14-15. Ketika seorang individu atau anggota masyarakat memutuskan dan mengambil sikap untuk menentukan pilihan terhadap sumber pengobatan dapat dipastikan bahwa sebelumnya ia telah memperoleh atau menerima informasi dari orang lain tentang pengobat yang akan didatanginya, selanjutnya ia akan memroses berbagai kemungkinan dan dampaknya atas putusan yang ia buat, serta kemudian membulatkan niat dan melaksanakannya. Di samping faktor tersebut, kepastian sikap untuk menentukan sumber pengobatan juga dipertimbangkan atas dasar kepraktisan waktu, kepercayaan terhadap obat tradisional yang umumnya terbuat dari tumbuhan, masalah privasi yang dapat menutupi masalah pribadi, biaya yang dikeluarkan relatif murah, jarak yang harus ditempuh, dan kepuasan kepada pelayanan pengobat. 3. Pengetahuan tentang Tanaman yang Dapat Dimanfaatkan untuk Pengobatan Tradisional Selain pemahaman tentang konsep sehat dan sakit, serta berbagai pertimbangan yang menjadi pegangan masyarakat untuk tetap percaya kepada pengobatan tradisional, khususnya yang menggunakan bahan ramuan tumbuhan, faktor lain yang mengukuhkan eksistensi pengobatan tradisional tidak lain adalah pengetahuan masyarakat setempat tentang tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan. Sesungguhnya pengetahuan tadi diwarisi dari para orang tua dan ahli pengobatan tradisional yang telah ada sejak zaman dahulu. Namun demikian, sebagian warga ada juga yang memperoleh pengetahuan tersebut dari pengalaman pribadi, yakni dengan mencoba-coba berbagai tanaman yang ada di sekeliling rumahnya. Seperti tanaman pala, bawang putih, jeruk purut, jeringo, tapak dara, dan kencur. Berbagai penyakit memang dapat disembuhkan dengan cara meramu tanaman obat dengan tuntunan orang “pintar”. Pengetahuan tersebut didengar dan dilihat oleh sebagian orang lainnya, dan di kemudian hari semakin banyak warga masyarakat yang mulai beralih dari penggunaan obat-obatan modern ke pengobatan tradisional. Menurut keterangan warga, hampir sebagian besar penduduk di lokasi penelitian melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit tertentu seperti gatal-gatal, diare, luka bakar dengan memanfaatkan tanaman yang ada di pekarangan rumahnya. Interaksi yang intens antara warga masyarakat dengan berbagai jenis tanaman dan dengan bimbingan ahli pengobatan tradisional, kini telah melahirkan semangat baru untuk kembali ke alam back to nature. Gerakan kembali ke alam, telah merubah sebagian besar pekarangan yang Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah semula ditumbuhi tanaman hias, menjadi apotik hidup, yang dapat dimanfaatkan dalam keadaan darurat. Demikian juga pusat-pusat penyembuhan penyakit dengan memanfaatkan tanaman obat bermunculan di banyak sudut kota, hal ini membuktikan bahwa kini telah tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan dengan tanaman/herbal. Di lain pihak, penggunaan pengobatan tradisional tersebut bisa menjadi alternatif pilihan, ketika obat-obatan modern tidak mampu dijangkau oleh masyarakat kelas bawah/kalangan masyarakat yang kurang mampu secara finansial. Gambar 2. Daun Sirih, Umum Digunakan sebagai Bahan Pengobatan Tradisional Sumber S. Dloyana Kusumah, 2016. 4. Kategori Pengobat Tradisional Dalam referensi, pengetahuan tradisional tentang tanaman obat dan tata cara pengobatan di Provinsi Sulawesi Selatan tidak terlepas dari peran yang penting seorang sanro. Ia adalah seorang cerdik pandai atau cendekiawan lokal yang berperan sebagai penolong dan mengupayakan penyembuhan orang-orang yang sakit. Pada umumnya pengobat tradisional itu bukanlah seorang paramedis yang berpendidikan formal di bidang kesehatan, melainkan seorang anggota masyarakat biasa yang mempunyai keahlian dan kemampuan dalam bidang pengobatan tradisional. Diapun mengetahui dengan dalam berbagai jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati jenis-jenis penyakit tertentu. Dengan demikian, dapat dipastikan seorang sanro akan memiliki banyak koleksi tanaman yang berkhasiat obat. Dalam praktiknya, masyarakat setempat mengelompokkan sanro menjadi beberapa kategori seperti a. Sanro pekdektek tolo, atau pemotong ari-ari bayi. b. Sanro pabbura-bura, ahli mengobati berbagai macam penyakit dengan ramuan tanaman obat. c. Sanro pajjappi, mengobati melalui pembacaan mantera-mantera. d. Sanro tapolo, ahli pengobatan dan penyembuhan penyakit patah tulang, melalui praktik urut dan pembacaan mantera. e. Sanro pattirotiro, pengobat tradisional yang memusatkan diri pada usaha pengobatan melalui ramalan/nujum. Menurut konsep kebudayaan orang Bugis-Makassar sanro tidak hanya dikenal sebagai orang yang mampu memberikan bantuan kepada orang sakit yang datang kepadanya melalui praktik pengobatan, akan tetapi sanro juga dikenal sebagai orang yang mampu mengendalikan bahkan melakukan pemunahan penyakit-penyakit tertentu. Dengan demikian sanro memiliki pengertian yang lebih luas, artinya tidak sekedar pengobat tradisional. Warga masyarakat di Makassar dan Barru, mengatakan bahwa sanro dapat disebut sebagai penyembuh tradisional karena kemampuannya tidak terbatas pada pengetahuan tentang ramuan herbal tumbuh-tumbuhan tetapi juga kemampuan melakukan penyembuhan dengan sistem doa, dan mantera-mantera. Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 5. Analisis Konsepsi pengetahuan budaya orang Bugis-Makassar yang berkenaan dengan sistem pengobatan tradisional atau pemanfaatan tanaman untuk penyembuhan penyakit, pada awalnya hanya dilafalkan dan tersimpan dalam ingatan atau memori para tokoh pengobat. Namun ketika tradisi tulis mulai berkembang, sebahagian pengetahuan tersebut kemudian dicatat dalam naskah-naskah kuno yang kemudian dikenal dengan sebutan lontarak. Ketika lahir gerakan kembali ke alam back to nature termasuk di bidang kesehatan yang ditandai dengan menggeliatnya penggunaan obat dengan bahan dasar tumbuhan herbal, keberadaan lontarak atau naskah kuno yang berisi pengetahuan tentang tanaman dan pengobatan tradisionalpun kembali dicari orang. Lontarak, khususnya yang berisi catatan tentang pengetahuan tumbuhan dan pengobatan tradisional adalah salah satu warisan budaya yang kemudian banyak dicari orang. Selain dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan obat-obatan yang mengandung bahan kimia, obat yang dibuat dari tumbuhan juga menjadi solusi bagi mereka yang secara finansial kurang mampu membeli obat-obatan yang relatif lebih mahal. Selain filolog, sanro adalah anggota masyarakat Bugis dan Makassar yang mampu membaca tulisan lontarak. Oleh sebab itu pengetahuan yang semula hanya ada dalam naskah kemudian digali dan diungkapkan lewat keahlian para sanro menjadi sistem pengobatan tradisional. Jika kini sistem pengobatan tradisional tersebut tetap bertahan dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar itu tidak lain karena tumbuhan yang menjadi bahan dasar pembuatan obat tersedia di sekitar lingkungan hidup mereka. Kemampuan mengolah tumbuhan menjadi obat, juga harus dilengkapi dengan persyaratan lain yakni kemampuan menghafal sejumlah mantera yang diwarisi dari para pendahulunya, juga doa-doa yang dicuplik dari Al Quran. Dengan demikian tidak heran apabila sanro-sanro tadi sebagian besar dari mereka sudah bertitel haji dan hajah. Hal ini mengandung arti bahwa mereka dikenal sebagai penyembuh bukan semata-mata penyakit lahir internal tubuh manusia tetapi juga yang berkaitan dengan penyakit batin umumnya berasal dari luar/eksternal, “dibuat” orang. Sementara itu latar belakang mengapa kepercayaan terhadap alam gaib masih bertahan terus sampai kini, dijelaskan dengan teori cara berfikir yang salah, koinsidensi, predileksi kegemaran secara psikologis umat manusia untuk percaya kepada yang gaib-gaib, ritus peralihan hidup, teori keadaan dapat hidup terus survival, perasaan ketidaktentuan akan tujuan-tujuan yang sangat didambakan, ketakutan akan akan hal-hal yang tidak normal atau penuh resiko dan takut akan kematian; serta pengaruh kepercayaan bahwa tenaga gaib dapat tetap hidup berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan agama Danandjaja, 1984. Berdasarkan konsep yang disusun dan berbagai pertanyaan yang diajukan kepada warga masyarakat yang terpilih sebagai responden, narasumber, dan para pengobat dapat diketahui bahwa pandangan orang Bugis dan Makassar terhadap pengobatan tradisional dapat dikategorikan sebagai berikut Rata-rata yang datang atau menggunakan pengobatan tradisional adalah anak-anak, di bawah usia lanjut sebelum 56 tahun, usia lanjut setelah usia 56 tahun. Yang datang berobat atau menggunakan obat tradisional dari Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah ramuan tumbuhan laki-laki dan perempuan. Belum kawin, kawin, dan termasuk mereka yang cerai hidup atau cerai mati. Bervariasi dari belum sekolah, Sekolah Dasar, sampai dengan Pendidikan Tinggi Kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari untuk mendapatkan uang, antara lain belum/tidak bekerja, petani, nelayan, buruh, jasa, PNS. Umumnya menderita, sakit kepala migren, pusing, vertigo, demam, batuk, sesak nafas, sakit perut macam-macam jenis, pencernaan maag, lambung, patah tulang, keseleo, otot kaku, kurang perkasa, belum punya anak, dibuat orang. D. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Bugis-Makassar hingga kini masih memegang teguh pengetahuan tentang pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem budayanya. Dalam kehidupan mereka dikenal tiga macam penyakit yakni penyakit fisik, penyakit karena “dibuat” orang atau guna-guna, dan penyakit akibat gangguan makhluk halus. Penyakit fisik disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan organisme fisik karena organ-organ tubuh tidak dapat berfungsi secara wajar, atau karena adanya gangguan alam seperti suhu, udara dan peredaran musim. Penyakit yang disebabkan oleh guna-guna ialah penyakit yang “dibuat” oleh manusia dengan memanfaatkan kekuatan gaib maupun makhluk-makhluk halus. Penyakit ini dikenal dalam dunia antropologi dengan sebutan magi, baik magi putih maupun magi hitam. Sementara penyakit yang diakibatkan oleh gangguan makhluk halus terjadi karena manusia dianggap melanggar pemali tabu, pantangan atau hal lain yang pantang dilakukan. Pengobat tradisional sanro masih tetap berfungsi sebagai orang yang dimintai bantuan oleh masyarakat untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Jika dilihat dari sikap masyarakat terhadap pengobat tradisional ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis yakni pertama anggota masyarakat bila sakit hanya minta bantuan sanro/dukun, kedua, mereka meminta bantuan jasa sanro/dukun setelah berulangkali ke dokter atau klinik namun merasa belum ada kemajuan. Adapun model pengobatan yang dilakukan oleh para pengobat tradisional dikategorikan atas tiga macam yaitu a. Dengan menggunakan ramuan obat yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan tertentu, tata caranya dioleskan atau dibalurkan pada bagian tubuh yang sakit. b. Dengan cara mengurut atau memijat, dilengkapi dengan ramuan obat. c. Dengan doa atau mantera sebagai pelengkap tata cara pengobatan. Dengan memanfaatkan tanaman/ tumbuhan obat untuk pencegahan berbagai penyakit sekaligus perawatan kesehatan masyarakat, sesungguhnya merupakan Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan bidang kesehatan. Hal tersebut perlu menjadi perhatian para peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian, pengkajian dan penganalisisan tanaman/tumbuhan obat untuk kepentingan tersebut di atas dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat luas. Pengetahuan tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup dalam tradisi agraris, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang ciri-ciri dan sifat-sifat benda di seklilingnya. Sistem pengetahuan tradisional ini erat kaitannya dengan pemahaman tentang penyembuhan berbagai penyakit yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Peran dukun sanro = Bugis-Makassar memanfaatkan potensi alam flora dan fauna untuk pengobatan berbagai penyakit , letak dan susunan urat-urat dan sebagainya Koentjaraningrat, 1989. Dilihat dari pengetahuan mereka, dapat dikatakan bahwa orang Bugis dan Makassar memiliki wawasan yang luas tentang lingkungan hidup, lebih dalam mencakup dimensi kebudayaan dan sosial. Artinya urusan mereka tidak terbatas pada alam yang nampak, tetapi meliputi dunia kecil dan dunia besar, keselarasan antara dunia mikro dan dunia makro, ada saling keterkaitan antara keduanya. Dapat dikatakan bahwa seluruh suku bangsa yang mendiami wilayah Nusantara ini memiliki kekayaan hayati yang sangat besar jumlah dan keanekaragamannya. Demikian juga kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan berbagai tanaman yang diduga dapat menyembuhkan berbagai penyakit pada manusia telah mereka warisi secara turun temurun dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila kita jumpai demikian banyaknya sistem pengobatan yang menggunakan tanaman. Dalam bahasa keilmuan, hal tersebut dikenal dengan sistem pengobatan tradisional dengan menggunakan berbagai tanaman yang dijumpai di sekeliling kehidupan masyarakat. Makassar, sebagai bagian dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, juga memiliki tradisi pengobatan yang menggunakan tanaman sebagai bahan ramuan, dan hingga kini masih fungsional dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan penelitian, saya bersama teman-teman Damardjati Koen Marjanto, Ihya Ulumuddin, dan Budhiana Setiawan berkesempatan untuk menggali lebih banyak tentang sikap masyarakat setempat terhadap sistem pengobatan tradisional, dan melihat langsung proses pembuatan maupun pengobatan yang menggunakan tanaman. Untuk itulah saya merasa perlu menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas kerja sama yang telah terjalin selama penelitian berlangsung. Semoga budi baik rekan-rekan tersebut mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula sahabat-sahabat saya di Makassar, yang dengan keikhlasannya mengantar dan mendampingi saya dari awal hingga penelitian selesai, jasa-jasanya tidak mungkin saya lupakan. Hanya Tuhan jua yang akan membalasnya. Mereka adalah Dra. Andi Maryam, Drs. H. Makmun Badaruddin, M. Hum, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, sekali lagi terima kasih tak terhingga. DAFTAR SUMBER 1. Buku Anonim. Undang-Undang No 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan. Anonim. 2011. Monografi Kabupaten Barru. Biro Pusat Statistik. 1994, Profil Statistik Wanita, Ibu, dan Anak di Indonesia. Pengobatan Tradisional..... S. Dloyana Kusumah Boedhisantoso, S. 2009. Perspektif Budaya, kumpulan tulisan Koentjaraningrat Memorial Lectures I-IV/2004/2009. Jakarta Rajagrafindo Persada. Danandjaja, James. 1984. Folklore Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta PT. Grafitipers. Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota Makassar. Foster. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta UI Press. Geertz, Clifford. 1992. Refleksi Budaya “Tafsir Kebudayaan”. Jogyakarta Kanisius. Green, Lawrence W., Keuter, Sigridge, Deeds, dan Kay B. Partridge. 1980. Health Education Planning, a Diagnostic Approach. California Mayfield Publishing Company, 14-15. Jorgensen dalam Deddy Mulyana, Dr. M. A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung PT Remaja Rosdakarya. Koentjaraningrat. 1989. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta Aksara Baru. Purnawan, Iwan S. Kep. NS. 1994. Konsep Sehat dan Sakit. Rosenstock, Irwin. The Health of Belief and Preventive Health Behaviour Health Education Monograph, 24354. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi Pengantar DR. Amri Marzalui Jogya PT Tiara Wacana. Young, James C. 1980. “A Model of Illness Treatment Decision in A Tarascan Town”, dalam American Ethnologist, 71106-131. 2. Makalah, Laporan Penelitian Djlantik. 1983. “Peranan Pengobatan Tradisional pada Upaya Pelayanan Kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional “, dalam Pertemuan Ilmiah Pengobatan Tradisional Indonesia, Surabaya Pusat Penelitian Pengambangan Obat Tradisional Lembaga Penelitian Universitas Erlangga, 1983. 3. Internet Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. konsep-sehat. Diunggah 21 April 2015. konsep-sehat/diunggah Tanggal 4 juLI 2013, Pukul WIB. Biro Pusat Statistik, Profil Wanita, Ibu dan Anak di Indonesia, Jakarta, 1994. Diunggah 17 Juli 2015. Patanjala Vol. 9 No. 2 Juni 2017 245 - 260 ... Model pewarisan dari pengobat tradisional ini cenderung dilakukan melalui lembaga keluarga, yakni dilakukan secara turun temurun berdasarkan wangsit yang diterima oleh si pewaris kemampuan yang diperolehnya melalui mimpi. Namun seiring berjalannya waktu, proses pewarisan itu berkembang pula melalui proses-proses pendidikan informal yang berlaku di dalam masyarakat Kusumah, 2017, Triratnawati, 2010. ...... Kondisi tersebut tentu saja akan menjadikan pengobat modern, dalam hal ini dokter dan fisioterapis sebagai kompetitor unggul serta ancaman kultural dan ekonomi bagi pengobat tradisional orang pintar, dukun, tabib, sanro yang secara bersamaan akan membuat sanro kehilangan ruang sosiokultural di dalam masyarakat. Kusumah, 2017 Faktor dari dalam yang menimbulkan ketidakseimbangan apabila terdapat organ-organ tubuh yang tidak berfungsi atau unsur-unsur senyawa di dalam tubuh tidak beroperasi secara baik. Selain itu, faktor dari dalam juga bisa berupa sakit bawaan atau penyakit keturunan yang telah dibawa sejak manusia lahir. ...... Pelras, 2013 Selain penelitian di atas, penelitian tentang pengobat tradisional atau dukun di Sulawesi Selatan juga pernah dilakukan oleh S. Dloyana Kusumah dan diterbitkan dalam sebuah jurnal dengan judul "Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar" The Traditional Medicine of Bugis-Makassar People. Penelitian dengan berlatar kota Makassar dan kabupaten Barru ini merupakan sebuah penelitian tentang pengobat tradisional yang mengkomparasikan dua setting budaya berbeda, yakni bugis dan Makassar Kusumah, 2017. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan Suhudi, dkk, mengarah pada bagaimana adaptasi sosial budaya dan strategi dukun dalam menjawab perubahan sosial di masyarakat Syuhudi et al., 2015. ...Muhammad SyaifulArif Rahman HakimImamul HakThe phenomenon of traditional health practices is still being used by some people, the unique thing is that those who take advantage of this health service do not only come from underprivileged segments of society but are also often used by the rich. Moreover, this phenomenon occurs during the existence of a modern health industry whose access is increasingly accessible to all people. Traditional medicine or so-called alternative medicine that uses plant-based medicines herbal or other media. Not only in the area of medicine, but this research also describes traditional healers or as local, sanro, as an alternative to modern health industry practices. This study uses an ethnographic method with a participatory-observative approach to understanding in-depth the practice of alternative medicine. Field research focus in the district. Somba Opu, Gowa Regency, South Sulawesi. Where the distribution of modern health facilities in the capital of this sub-district is higher than in other sub-districts. The results of the study indicated that the medical instruments performed by traditional healers, apart from using traditional herbs in the form of special plants, also used mantras written in the book using Arabic letters. Some of the traditional medicinal methods in maintaining their existence are carried out, both in the form of good health services, trying to prove the efficacy of the treatment, and strengthening their networks with doctors and fellow sanro outside the District of Gowa.... Second, traditional healers' faith is eroding since modern society's knowledge has begun to be oriented toward progress and aspects scientists will consider the advancement of science and new health technology as more reliable inpatient health care. These circumstances will, of course, make modern medicine, in this case, doctors and physiotherapists, superior competitors and cultural and economic challenges to traditional healers people smart, shaman, healer, while also causing traditional healers to lose societal relevance [10]. But there is a trends for rural communities, for example, when they are sick they usually ask for help from traditional healers. ...Rahmayanti FitriahRAHMI HIDAYATIREZKY HENY MUTHIAObjective This study aims to determine the public's interest in selecting traditional medicine or modern medicine and the factors that influence this interest in Loktabat Selatan Village, Banjarbaru City, South Kalimantan Province, Indonesia. Methods The research method used a Cross-Sectional approach. The data were collected from 100 respondents of Loktabat Selatan Village people, Banjarbaru City, using an instrument in questionnaire form. Results The comparison result of the interest of the therapy choice showed in traditional medicine interest was 58%, and modern medicine was 42%. For the comparison of respondents' interests results based on internal factors were which was a decent category, and external factors were which was enough category. Data analysis using the Chi-Square test obtained a sig value of then H0 is accepted. Conclusion There is a comparison of public interest in selecting of traditional and modern medicine therapy in South Loktabat Village, Banjabaru City, South Kalimantan Indonesia.... Kajian kepustakaan dan tinjauan awal di lapangan menunjukkan kearifan tempatan menggunakan tumbuhan dalam sistem kesihatan bagi masyarakat Bugis didapati diperolehi daripada amalan yang diwarisi dan yang dipelajari daripada orang lain. Masyarakat Bugis Makassar misalnya masih memegang teguh terhadap pengetahuan mengenai ubatan tradisional sebagai sebahagian daripada sistem budaya Dloyana, 2017. Penulisan lain mengenai perubatan masyarakat Bugis hanya didokumentasikan dalam bentuk penulisan perkongsian atas talian. ...Artikel ini menghuraikan penggunaan tumbuhan ubatan dalam kalangan wanita Bugis di Pulau Sebatik, Sabah, Malaysia berdasarkan kearifah tempatan. Tinjauan awal mendapati masyarakat Bugis masih mengamalkan tumbuhan untuk kesihatan. Oleh itu kajian dijalankan di Kampung Aji Kuning Sebatik untuk mendokumentasikan sespesies tumbuhan yang sering digunakan kaum wanita Bugis, termasuk kegunaan dan penggunaannya. Data dikumpulkan melalui pemerhatian dan kajian kepustakaan. Hasil kajian merekodkan 18 spesies tumbuhan daripada 18 famili digunakan dengan kerap di kawasan kajian. Kajian ini penting bagi memahami kepentingan tumbuhan kepada manusia dari segi kesihatan.... Beberapa tulisan mengenai pengobatan masyarakat Bugis, diketahui belum menyajikan data praktik pengobatan alternatif penyakit cacar air kasiwiyang uwae. Pada umumnya tulisan-tulisan tersebut menyajikan secara umum ramuan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tanpa menyebutkan secara khusus cara pengobatan dan ramuan yang digunakan untuk pengobatan alternatif ala masyarakat Bugis Bone Adiwijaya, 2019;Kusumah, 2017;Ningsih et al., 2016;Pabbajah, 2012;Ruslan, 2020. Di sinilah letak novelthy dari penelitian ini, bahwa penulis akan menyajikan bagaimana pengalaman dan praktik pengobatan alternatif untuk penyakit cacar air kasiwiyang uwae pada masyarakat Bugis di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. ... Ardiansyah Bagus SuryantoHabibie and Ainun 3 is film that aired after Habibie’s death. Unlike the previous two films, this third film shows Habibie’s grandchildren listening to the inspirational story of Habibie & Ainun’s journey. This article discusses the film Habibie & Ainun 3 in their struggle to realize their goals. The third film, which tells the life story of Habibie & Ainun, focuses on how to maintain love in realizing ideals as a way to build the nation and country. Habibie & Ainun’s meeting was based on each other’s admiration for the principle of love for the country. Therefore, researchers are interested in analyzing the representation of nationalism that Habibie & Ainun have as spirits in their educational journey to realize their dreams. This research uses descriptive method with semiotic analysis. The sign that represents nationalism in this film is an object in John Fiske’s semiotic analysis with The Codes of Television theory. Data collection techniques in this study were sign analysis and literature study. The result of this research is that the ideology of nationalism that is owned by Habibie & Ainun is represented by speaking, behaving and acting. In the learning process, increasing competence is directly proportional to the spirit of nationalism, serving the country.... Hal ini sejalan dengan pandangan Djlantik dalam Rostiyati, 2012 yang menyatakan bahwa pengobatan tradisional merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Secara lebih jelas, Zulkifli dalam Kusumah, 2017 menyatakan bahwa pengobatan tradisional adalah suatu jenis pengobatan dengan cara obat dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pernyataan di atas bermakna bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan yang didasarkan atas pengalaman yang selanjutnya keterampilan tersebut diteruskan ke generasi selanjutnya secara turun temurun. ...Indonesia, memiliki beragam jenis pengobatan tradisional yang dapat kita temui di berbagai daerah. Pengobatan tradisional menunjukkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap jenis pengobatan yang berbasis pada pengetahuan lokal. Dari berbagai jenis pengobatan tradisional yang ditawarkan tergambar pandangan masyarakat Indonesia terhadap sistem gender. Gender mengacu pada identitas, peran, dan relasi yang disematkan pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tulisan ini akan menguraikan konstruksi gender yang terepresentasi dalam dunia pengobatan tradisional melalui jenis-jenis pengobatan yang ditawarkan. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Dalam menganalisis data penelitian digunakan teori gender. Dari hasil analisis terhadap jenis pengobatan tradisional yang ditawarkan ditemukan bahwa pada umumnya sistem pengobatan yang ditujukan untuk laki-laki berkaitan dengan masalah keperkasaan, sedangkan pengobatan yang tujukan untuk perempuan berkaitan dengan masalah kesuburan. Dengan demikian, dari pengobatan tradisional tergambar konstruksi gender normatif yang berkaitan dengan konsep maskulinitas dan femininitas.... Assongka Bala is strengthened in Indonesian with the word rejection or safety. Kusumah, 2017 said that the Assoongka Bala tradition is a community tradition that was born from community activities several centuries ago that colored human culture. The timing of Assoongka Bala rituals in the Bugis-Makassar community is different based on the beliefs and habits inherited from their ancestors. ... Syamsu RijalSyamsidar SyamsidarMuh. Zainuddin BadollahiThis research is motivated by the phenomenon of pandemic disease outbreaks, treatment or prevention patterns carried out by the Bugis-Makassar community, although they have been equipped with modern knowledge about the handling of disease outbreaks, they still do some ritual outbreaks in which each of these rituals is called Assongka Bala led by a person called Sanro. This study uses a qualitative research method with a descriptive approach to describe the role of Sanro in Assongka Bala rituals, data collection techniques used are interviews and observation. This study aims to Describe the role of Sanro in the ritual handling of outbreaks in the Bugis-Makassar community. The role of Sanro in Sanro's knowledge of ritual prevention and treatment of disease outbreaks in his community as well as knowledge of ritual management performed so that people who believe in needing a Sanro to lead the ritual. The Bugis-Makassar community, in their practice of life, is related to the social, cultural and handling of disease outbreaks, the community has a belief in the rituals of Assongka Bala which then becomes traditional values that affect their knowledge about handling epidemics and also influences their behavior in maintaining health, namely the behavior system is generally divided into two types, namely in the family environment and customary Ramansyah Harahap Rawa AmadyThis study discussed the eastern healing practice in Sakai Batin Sobanga at Sobanga Asal Hamlet, Bengkalis, Riau. Sakai tribe is well known in the community for its healing practices. Badike is a ritual that has been widely studied from various disciplines, while the ritual practices of other Sakai tribes are not widely known. This is a qualitative study with an ethnographic approach, in which the researchers stayed for two months in Kasumbu Ampai Village, Sobanga Hamlet, Mandau District, Bengkalis Regency, Riau. Data were taken through participatory observation and in-depth interviews with informants. The informants were bomo and several community leaders. The data were analyzed descriptively and then written in the form of narrative using Kalangie and Foster’s eastern healing theory to get a general trend. This study found that the medical practice in the Sakai Batin Sobanga tribe is an integral system, so that a ritual is precondition for the next one. Badike ritual cannot be carried out if personal healing ritual, tetomeh ritual, baulin and jungkul ritual have not been carried out. The Badike ritual is the last stage of the Sakai Tribal healing practice in Batin Sobanga. Religion-based healing and western medicine practices are also found in Batin Sobanga. Bomo is always open to his patients and gives them a space to go to a doctor or tuan guru. This research contributes to the anthropology of health, ethnomedicine, especially its novelty about the process of medical practice in the Sakai Tribe in Batin Aurelia Abdul RahmanThe research was made with a view to know and understand ma’ sanro traditions that made by the bugis community in Bulukumba district. Ma 'sanro himself is one of the traditions that have so far been practiced by the bugists in the fur district whose original purpose was to treat the sick with a variety of ancient plants or spices in which there was no medical science at the time. At present, however, ma 'sanro is not only used for medicine but has begun to be a tradition that has always been associated with the customs of the bug bug society. The study is one whose data uses qualitative data. His data collection techniques are conducted by observation, interview and reference collection related to ma 'sanro traditions in society. As for his research, ma 'sanro is a tradition believed by the populace to treat the sick. But now, over time sanro has been used not only to treat diseases but also to other matters such as home entry traditions, the use of black magic and so on that are now part of a community beliefSitti ArafahThis paper aims to describe and interpret the content of the Tahṣīlul Fawāid text, related to the harmonious encounter between religion and community culture in medicine as in the Tahṣīlul Fawāid text. The philological approach used in this paper uses a single manuscript edition. Transliteration and translation are steps taken to understand the content of the manuscript. The results show that the Tahṣīlul Fawāid Manuscript is one of the manuscripts written in the Bugis language. The manuscript consists of forty-five chapters, 18 of which are chapters related to medical practice, namely treatment with verses from the Qur'an, amulets, and herbal plants. The contents of the Tahṣīlul Fawāid manuscript cannot be separated from the cultural context of the community in relation to Islamic values that are harmoniously intertwined. In addition, the practice of traditional medicine in the text has now been practiced by health workers while treating their patients. Keywords Bugis culture, Medical practice, Religious harmony, Tahṣīlul Fawāid Tulisan ini bertujuan mendiskripsikan dan menginterpretasikan kandungan naskah Tahṣīlul Fawāid, terkait pertemuan harmoni antara agama dan budaya masyarakat dalam pengobatan sebagaimana dalam naskah Tahṣīlul Fawāid. Pendekataan filologi yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan edisi naskah tunggal. Adapun transliterasi dan penerjemahan menjadi langkah yang dilakukan untuk memahami kandungan naskah. Hasil tulisan menunjukkan bahwa naskah Tahṣīlul Fawāid merupakan salah satu naskah yang ditulis dalam bahasa Bugis. Naskah terdiri dari empat puluh lima bab, 18 bab di antara merupakan bab terkait praktik pengobatan, yakni pengobatan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, azimat, maupun tanaman herbal. Isi naskah Tahṣīlul Fawāid, tidak dapat dipisahkan dengan konteks budaya masyarakat kaitannya dengan nilai-nilai keislaman yang terjalin secara harmoni. Di samping itu, praktik pengobatan tradisional dalam naskah, saat ini telah dipraktikkan oleh para tenaga-tenaga kesehatan ketika sedang mengobati pasiennya. Kata Kunci Budaya bugis, Harmoni agama, Praktik pengobatan, Tahṣīlul FawāidJames C. YoungThis paper describes the rationale underlying illness treatment decisions in a rural Tarascan community in west-central Mexico. The focus is the development and verification of a formal model of treatment choice. The model, based on cognitive-ethnographic methods, describes the principal kinds of information involved in treatment decisions and the process whereby actors use this information in selecting among the available treatment alternatives. Applied to test data on 323 actual illness episodes, the model correctly accounts for 91 percent of the treatment choices made. The relationship of the model to other recent work on decision making in natural situations and the implications of these findings for the study of medical choice in pluralistic settings are discussed. [decision making, hierarchical choice, illness treatment, Mexican ethnomedicine, Tarascans]Perspektif Budaya, kumpulan tulisan Koentjaraningrat Memorial Lectures I-IVS BoedhisantosoBoedhisantoso, S. 2009. Perspektif Budaya, kumpulan tulisan Koentjaraningrat Memorial Lectures I-IV/2004/2009. Jakarta Rajagrafindo Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lainJames DanandjajaDanandjaja, James. 1984. Folklore Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta PT. Dinas Kesehatan Kota MakassarKota Dinas KesehatanMakassarDinas Kesehatan Kota Makassar. 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta UI Budaya "Tafsir KebudayaanClifford GeertzGeertz, Clifford. 1992. Refleksi Budaya "Tafsir Kebudayaan". Jogyakarta Education Planning, a Diagnostic ApproachLawrence W GreenKeuterSigridgeKay B DeedsPartridgeGreen, Lawrence W., Keuter, Sigridge, Deeds, dan Kay B. Partridge. 1980. Health Education Planning, a Diagnostic Approach. California Mayfield Publishing Company, Penelitian KualitatifDr M A Jorgensen Dalam Deddy MulyanaJorgensen dalam Deddy Mulyana, Dr. M. A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung PT Remaja Health of Belief and Preventive Health Behaviour Health Education MonographIrwin M RosenstockRosenstock, Irwin. The Health of Belief and Preventive Health Behaviour Health Education Monograph, 24 Etnografi Pengantar DRJames P SpradleySpradley, James P. 1997. Metode Etnografi Pengantar DR. bahwapengobatan tradisional itu selalu berhubungan dengan dunia hitam. Pdt.D.R.E.P. Ginting dalam bukunya mengatakan “Pengobatan tradisional . adalah pengobatan . yang diikuti dengan meminta pertolongan dari roh-roh manusia atau arwah “begu” orang mati, yang memakai tabas (mantra) atau sejenisnya, dengan memakai atau tanpa ramuan”. 3
Jakarta - Sejak ribuan tahun yang lalu orang-orang percaya dengan pengobatan secara alami untuk mengobati tubuhnya. Walaupun saat ini terasa sangat kuno dan ketinggalan zaman, pengobatan secara tradisional tidak kalah ampuh dalam menyembuhkan berbagai macam itu, saat ini sudah terdapat cabang ilmu pengatahuan yang didedikasikan untuk studi tentang pengobatan tradisional yaitu Ethnopharmacology. Namun penggunaan bahan-bahan herbal sebagai pengobatan harus diolah dengan benar, karena kesalahan sedikit saja dapat menyebabkan keracunan pada dari BBC, Rabu 28/10/15, berikut 5 pengobatan tradisional yang telah diakui dapat menyembuhkan penyakit. Baca Juga Studi Buktikan Manfaat Tai Chi Bagi Pasien Penyakit Kronis Halaman Selanjutnya Halaman